PROSPEK KEPITING SOKA
DI
KABUPATEN BELITUNG
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau hidup di perairan pantai khususnya di hutan hutan bakau (mangrove). Dengan sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan pantai nusantara maka tidak heran jika Indonesia dikenal sebagai pengekspor kepiting yang cukup besar dibandingkan dengan Negara-negara produsen kepiting lainnya.
Ada 3 (tiga) species kepiting bakau telah dikenal dan dibudidayakan (budidaya pembesaran), yaitu :
Scylla serrata : memiliki warna relatif sama dengan lumpur, yaitu coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuningan pada abdomennya.
Scylla tranquebarica : warna hijau tua dengan kombinasi kuning sampai orange pada karapasnya dan putih kekuningan pada abdomenya, dan
Scylla oceanica : lebih didominasi warna cokelat tua dan ukuran badannya jauh lebih besar.
Dari ketiga species tersebut yang banyak dibudidayakan adalah Scylla serrata. Hal tersebut disebabkan pertumbuhannya jauh lebih cepat, harga lebih tinggi dan daya tahan lebih baik dibanding 2 jenis lainnya.
Dengan adanya diversifikasi produk kepiting yang diminati masyarakat, kepiting bakau tidak hanya dibudidayakan secara pembesaran namun kini telah berkembang sistem budidaya kepiting bakau cangkang lunak (soft shell crab). Sistem budidaya ini dapat memberikan nilai tambah pada peningkatan harga jual kepiting karena kepiting bakau dapat dikonsumsi secara utuh. Produk kepiting bakau cangkang lunak ini dipopulerkan dengan nama “kepiting asoka” atau lebih dikenal sebagai “kepiting soka”.
Dengan berkembangnya kegiatan budidaya kepiting asoka diharapkan dapat menggairahkan kembali usaha budidaya sebagai komoditas alternatif karena sistem budidaya ini tidak menghasilkan jenis atau spesies baru, melainkan hanya rekayasa para pembudidaya dalam memperlakukan moulting atau pergantian cangkang pada kegiatan budidaya kepiting bakau. Dan juga diharapkan adanya produk kepiting asoka ini menjadi jawaban atas keengganan sebagian orang mengkonsumsi kepiting karena harus berjuang mendapatkan daging di bawah cangkang (carapace)yang keras.
1.2 NILAI EKONOMIS KEPITING ASOKA
Meski baru berkembang, usaha budidaya kepiting asoka telah memberikan kontribusi diversifikasi produk kepiting bakau konsumsi dan membuahkan peningkatan nilai jual yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahan baku (benih kepiting) yang pada umumnya belum dapat dikonsumsi (60 gram – 120 gram per ekor) menjadi layak dikonsumsi dengan waktu produksi yang relatif singkat (15 – 90 hari). Umumnya ukuran kepiting bakau tersebut, pada awalnya tidak dimanfaatkan oleh para nelayan karena tidak laku di pasaran. Setelah menjadi kepiting asoka, ukuran kepiting tersebut mencapai harga Rp 40.000,- sampai Rp 70.000,- /Kg ditingkat konsumen.
1.3 PROSPEK BUDIDAYA KEPITING ASOKA
Dilihat dari cara dan waktu yang diperlukan untuk produksi, budidaya kepiting asoka merupakan peluang usaha yang sangat layak untuk dikembangkan terutama di daerah pesisir. Harga yang kompetitif terhadap kepiting bakau lainnya dapat menambah prospek bisnis bagi para pelaku pembudidaya pemula yang akan menekuni bidang usaha keiting asoka ini. Dari segi analisis usaha, perhitungan untung rugi dari kegiatan usaha ini cukup menguntungkan (Lampiran 1 dan 2).
Dari sisi teknis budidaya, modal dan penanganan pasca panen; kepiting soka dapat dikembangkan secara sederhana dengan pemanfaatan modal yang tidak terlalu besar. Masih terbukanya pangsa pasar di dalam dan luar negeri, serta kemudahan dalam proses penanganan pasca panen akan menjadi peluang tersendiri bagi perkembangan budidaya kepiting asoka di Indonesia.
II. TEKNIS BUDIDAYA KEPITING ASOKA
2.1 Pemilihan Lokasi
Budidaya kepiting asoka dapat dilakukan di perairan payau yang tenang seperti di perairan laguna atau berupa tambak yang memenuhi berbagai persyaratan teknis. Kondisi perairan seperti ini dipilih untuk menghindari kondisi perubahan kualitas air dan lingkungan lokasi budidaya yang ekstrim sehingga akan mempengaruhi kelangsungan proses produksi.
Untuk pemilihan lokasi tambak yang akan dijadikan tempat budidaya kepiting asoka perlu mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut:
Bebas dari pengaruh banjir;
Kualitas air ideal: salinitas 25-30 ppt, pH 6,5- 8,5 dan tidak tercemar;
Mudah dijangkau dan dekat dengan tempat tinggal/Penampungan;
Ketinggian air 80 – 120 cm
Letak tambak harus memudahkan kontrol kualitas air dan objek budidaya.
Gambar 1. Lay out petak lokasi budidaya
|
Budidaya kepiting asoka juga dapat dilakukan di muara atau laguna yang memungkinkan untuk dilakukannya pengontrolan kualitas air yang ideal bagi kelangsungan hidup kepiting. Meskipun ada, budidaya kepiting asoka di perairan seperti ini sangat sulit dilakukan dan membutuhkan pengontrolan yang ekstra terutama jika terjadi perubahan kualitas air yang ekstrim.
Gambar 2. Budidaya kepiting asoka di laguna
|
Dengan orientasi bisnis budidaya kepiting asoka yang intensif, produksi kepiting asoka semakin berkembang dilakukan di tambak. Selain mudah dilakukan pengontrolan, budidaya kepiting asoka dapat dilakukan dengan sistem polikultur bersama spesies budidaya lainnya diantaranya dengan budidaya pembesaran ikan bandeng yang memiliki kecenderungan menyukai lingkungan yang relatif sama seperti halnya kepiting bakau. Sistem budidaya seperti ini lebih menguntungkan meskipun dibutuhkan modal investasi yang cukup besar.
Pengembangan usaha kepiting asoka di tambak tidak serta merta dapat menghasilkan produk kepiting asoka yang bagus dan secara kuantitatif dalam jumlah yang banyak tanpa pengelolaan tambak yang baik. Untuk menghasilkan produk kepiting asoka unggulan diperlukan alat-alat dan fasilitas budidaya (Lampiran 3) serta perlakuan yang mendukung dalam proses budidaya, diantaranya; (a) persiapan tambak, (b) metoda budidaya yang tepat, (c) pemilihan, perlakuan dan penebaran benih, (d) pemeliharaan dan pemberian pakan (e) proses pemanenan serta (f) perlakuan pasca panen.
2.2 PERSIAPAN TAMBAK
2.2.1 Perbaikan kontruksi tambak dan pembuatan jembatan kontrol
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pada tambak-tambak bertekstur lumpur, produktivitas tambak cenderung menurun setelah periode pemeliharaan tahun kedua. Hal ini terjadi karena penumpukan lumpur, sehingga diperlukan pekerjaan tambahan yang disebut dengan “keduk teplok” yaitu upaya membuang lapisan lumpur pada dasar tambak sebelum periode tanam dilakukan.
Gambar 3. Keduk teplok konstruksi tambak
|
Proses keduk teplok biasanya dilakukan bersamaan dengan pembuatan/pembenahan jembatan (bambu) yang akan digunakan sebagai sarana pengontrolan pada saat proses budidaya kepiting asoka dilakukan. Jembatan tersebut dibuat secara melintang/memotong tambak menjadi dua bagian yang sama.
Gambar 4. Posisi jembatan kontrol pada budidaya kepiting asoka
|
Pada tambak pasir yang telah dikembangkan di pantai selatan Pulau Jawa, produktivitas tambak cenderung konstan sampai dengan periode tanam ke-12. Bahkan kualitas air tambak cenderung lebih baik, karena tumbuh pada lingkungan dasar tambak yang relatif lebih bersih. Meskipun demikian, biaya pembangunan tambak pada lahan pantai berpasir belum banyak dilakukan, karena cenderung membutuhkan biaya investasi yang besar apabila tidak mengaplikasikan teknologi konstruksi tambak tepat guna.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang dihasilkan dari pengkajian konstruksi tambak oleh Direktorat Pengkajian Sistem Industri Primer, BPP Teknologi bekerjasama dengan fakultas Perikanan IPB konstruksi tambak di lahan pantai berpasir dapat menggunakan bahan baku yang murah dan tersedia di lapangan, tetapi tetap menjamin persyaratan tambak yang baik. Konstruksi seperti ini disebut dengan istilah “BIOSEAL” (Bottom Isolation from Organic Substances to Eliminate Acid Layer).
Keunggulan dari konstruksi BIOSEAL dibandingan dengan konstruksi lainnya (misalnya beton cor) yang sama-sama digunakan untuk lahan pasir adalah: (a) biaya yang relatif murah; (b) proses konstruksi yang mudah dan cepat; (c) mudah dalam perawatan; (c) kualitas air relatif stabil sehingga sangat mendukung pertumbuhan spesies yang dibudidayakan.
2.2.2 Memperdalam tambak
Salah satu faktor pendukung untuk menjaga kestabilan kualitas air di media budidaya (tambak) adalah dengan mengatur kedalaman air tambak. Selain tingkat salinitas dan derajat keasaman (pH), suhu air di tambak sangat dipengaruhi oleh kedalaman tingkat penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Dari hasil aplikasi di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat; menunjukkan bahwa kedalaman air tambak untuk budidya kepiting asoka adalah 80 – 120 cm.
Untuk menjaga posisi ketinggian air tambak dapat dilakukan dengan penambahan atau pengurangan air payau yang telah disesuaikan secara kualitatif agar tidak menimbulkan stres pada kepiting yang sedang dibudidayakan.
2.2.3 Pengeringan, pengangkatan lumpur dasar tambak dan pengapuran
Kondisi dasar tambak mempunyai keterkaitan secara langsung dengan kondisi dan kualitas perairan tambak, yaitu jika perairan tambak berada pada keseimbangan ekosistem dan bersifat stabil serta kondisi/kualitas kepiting bagus maka kondisi dasar tambak akan terjaga dengan sendirinya.
Proses pengeringan dan pengangkatan lumpur dilakukan untuk menekan timbulnya gangguan pada kepiting asoka yang disebabkan penurunan kualitas air akibat adanya timbunan racun dari proses dekomposisi material dasar tambak yang tidak sempurna selama proses produksi. Gas beracun yang terakumulasi di dasar tambak seperti amonia, nitrat, nitrit, sulfat dan lain-lain sering menimbulkan permasalahan apabila tidak dilakukan pengangkatan lumpur tersebut sebelum proses budidaya diaplikasikan.
Gambar 5. Proses pengeringan dasar dan pengapuran tambak
|
Pengapuran tambak dilakukan untuk menekan gangguan bibit penyakit dan menstabilkan derajat keasaman tanah. Proses pengapuran dilakukan sebelum proses pemasukan air dengan konsentrasi kapur yang disesuaikan dengan jenis tanah dan kebutuhan pemakaian.
2.2.4 Pemasangan saringan air pada pipa pemasukan.
Sebelum air dimasukan ke dalam tambak, air payau diendapkan terlebih dahulu di bak tandon yang biasanya ditanami tanaman bakau untuk menjaga kestabilan kualitas air. Proses penyaringan pada pipa pemasukan air harus dilakukan untuk mengurangi masuknya organisma penganggu (hama) ke dalam tambak. Organisma tersebut dapat berupa jasad renik dan ikan-ikan yang akan menjadi kompetitor atau penggangu dalam proses budidaya.
2.2.5 pemasangan instalasi listrik dan pipa air.
Untuk kemudahan dalam proses pengontrolan kualitas air dan organisma budidaya, pemasangan instalasi pipa air dan listrik harus ditata sedemikian rupa agar memberikan kemudahan akses pengontrolan baik pada siang maupun malam hari. Proses pengontrolan ini dilakukan terhadap kondisi perairan (turun naik permukaan air) dan pengawasan terhadap kemungkinan adanya proses moulting kepiting bakau yang dapat terjadi kapan saja.
2.3 METODE (BUDIDAYA) MEMBUAT KEPITING ‘ASOKA’
2.3.1 Metode Natural (Alami)
Karena tidak melakukan rekayasa (treatment) apapun, cara budidaya kepiting asoka dengan metode alami biasanya memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai moulting yakni sekitar 1 – 3 bulan. Selain itu, tempat yang digunakan untuk budidaya harus berupa keranjang (basket) tertutup untuk menghindari kepiting keluar dari tempat budiddaya. Meskipun demikian, metode ini dapat menghasilkan kepiting asoka yang lebih baik secara kualitatif dan kelangsungan hidup selama proses budidaya dapat mencapai lebih dari 90%.
Gambar 6. Kepiting soka hasil budidaya alami
|
2.3.2 Metode Popeye
Metode ini melakukan proses pemotongan kaki jalan kepiting sehingga kepiting yang dibudidayakan hanya memiliki kaki renang dan kedua capitnya. Selama 20 – 30 hari kepiting ini akan mencapai masa moulting dan umumnya kepiting yang dihasilkan lebih besar di bagian capit sehingga dapat menaikan harga jual. Proses budidaya dilakukan pada keranjang tertutup untuk menghindari kepiting hilang selama pemeliharaan.
Gambar 7. Proses budidaya metode popeye
|
2.3.3 Metode Gunting
Pada metode ini dilakukan perlakuan merekayasa kepiting dengan memotong capit dan kaki jalan. Wadah dapat berupa keramba bambu yang sudah dianyam dan tutup bawah sehingga biaya proses budidaya lebih ekonomis. Meskipun kelangsungan hidup pada proses budidaya ini lebih rendah namun lama moulting jauh lebih cepat yakni berkisar 15 sampai dengan 25 hari.
Gambar 8. Proses pengguntingan kaki renang kepiting
|
2.4 SELEKSI, PERLAKUAN DAN PENEBARAN BENIH
Langkah awal dari seleksi benih (bahan baku) kepiting asoka adalah melakukan sortasi kepiting bakau yang memiliki kriteria yang sehat, segar dan tidak lembek. Kepiting diusahakan memiliki bobot rata- rata 60 -120 gram atau 1 Kg berisi 10 -13 ekor.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara visual kelengkapan fisik kepiting kemudian kepiting diberi perlakuan sesuai metode budidaya yang diaplikasikan. Pada metode ‘Popeye’ dan ‘Gunting’, proses pemotongan kaki atau capit yang paling menentukan tingkat persentase keberhasilan panen kepiting asoka karena apabila perlakuannya salah dan tidak berhati-hati saat menggunting kaki atau capit kepiting bibit, maka akan menimbulkan dampak pendarahan pada kepiting yang sangat berpengaruh terhadap kematian bibit sebelum sampai ketahap molting. Sangat disarankan bagi yang baru memulai usaha ini untuk lebih dahulu memperdalam pengetahuan dasar teknik “pemotongan”
Setelah dilakukan pemotongan agar tidak tergesa-gesa dan melempar kepiting bibit kedalam kotak agar tidak menambah kondisi "stress“ namun meletakkannya dengan perlahan-lahan. Angka kematian sebanyak 10 - 25% umumnya terjadi pada awal pemeliharaan disebabkan oleh benih kepiting pada awal penebaran tidak kuat selama perjalanan, proses adaptasi pada lingkungan air yang baru masih kurang, dan proses pemotongan capit dan kaki kepiting yang kurang baik.
2.5 Pemeliharaan dan pemberian pakan
Pengontrolan dan pembersihan kepiting dari lumut atau organisma lain yang menempel, dilakukan 3 kali sehari atau dengan melihat ada atau tidaknya organisma yang menempel. Selama pemeliharaan pengecekan kulaitas air tetep dijaga agar salinitas air tidak terjadi fluktuasi yang tinggi sehingga daya hidup kepiting akan bertahan lebih lama. Pemeliharaan berlangsung selama 1 – 3 bulan tergantung pada perlakuan dan tingkat moulting kepiting. Pemberian pakan berupa ikan segar (ikan rucah berupa ikan tembang) atau keong mas sebanyak 5-10% BB/hari dengan frekuensi pemberian 1 kali/hari pada sore hari. Sebelum pakan diberikan, rucah dibersihkan dahulu kemudian dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan.
2.6 PANEN, PASCA PANEN DAN PENJUALAN
Panen dilakukan secara selektif yaitu memilih kepiting yang telah melakukan moulting kemudian diangkat dan dipisahkan. Kepiting yang telah moulting memiliki tubuh yang sangat lunak sehingga harus hati – hati dalam mengangkatnya.
Gambar 9. Kepiting asoka hasil budidaya
|
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat panen diantaanya:
Cara pemanenan kepiting dari keramba dengan melakukan pengecekan terlebih dahulu
Waktu pengecekan kepiting pada pagi hari pukul 6, siang pukul 12, sore pukul 6 dan malam hari pukul 12.
Kepiting yang sudah jadi asoka diambil kemudian dikumpulkan dalam wadah baskom direndam dengan air tawar/sebelum masuk ruangan pendingin kepiting dibasahi dengan kain
Perlakuan pasca panen setelah kepiting bakau menjadi kepiting asoka adalah memasukan kepiting tersebut ke dalam plastik satu persatu. Mempersiapkan sterofoam sebagai wadah untuk pengiriman apabila akan langsung dilakukan pemasaran. Jika tidak langsung dipasarkan, kepiting tersebut dapat di simpan di lemari pendingin (freezer).
III. FISIBILITI PENGEMBANGAN KEPITING ASOKA
DI KABUPATEN BELITUNG
3.1 Faktor-faktor Pendukung
3.1.1 Potensi Lautan, Produksi Ikan dan Nelayan
Sektor perikanan di perairan Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh perikanan laut karena lokasi daerah ini secara geografis dikelilingi oleh lautan dan selat. Selain sumber daya laut, daerah ini juga memiliki potensi untuk budidaya air tawar dan payau.
Potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kepulauan Bangka Belitung dengan luas areal 65.301 km2 sebesar 499.500 ton/tahun dengan nilai ekonomis Rp. 2.497.500.000.000,-. Di samping potensi sumber daya perikanan tangkap tersebut di atas, perairan Kepulauan Bangka Belitung dengan panjang pantai 1.200 km dan 251 buah pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang cocok untuk usaha budidaya laut seperti ikan kerapu, teripang, rumput laut, kerang-kerangan dan lain-lain.
Sumberdaya perikanan payau Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi lahan budidaya air payau (tambak) mencapai 250.000 Ha dengan potensi produksi 100.000 ton. Dengan panjang pantai 1.200 km, potensi lahan hanya baru menghasilkan 0.07% dari potensi produksi pada tahun 2006 sebesar 153.55 ton.
Hampir 25% dari potensi lahan tambak yang ada di Bangka Belitung terdapat di Pulau Belitung. Di Kabupaten Belitung sendiri, potensi lahan tambak belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan sektor usaha budidaya perikanan payau.
Hal ini akan menjadi modal awal untuk membuka dan mengembangkan sektor usaha pertambakan agar terbukanya peluang usaha baru sebagai implementasi visi pembangunan daerah yakni; membangun kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya daerah yang berpijak pada aspek kelestarian lingkungan tahun 2008 - 2013.
Dilihat dari data hasil tangkapan nelayan di perairan Kabupaten Belitung, hasil produksi perikanan cenderung stabil setiap tahunnya (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi Produksi Hasil Perikanan di Kabupaten Belitung Tahun 2008
Kecamatan
|
Produksi (Ton)
| |||||
Ikan Laut
|
Ikan Air Tawar
|
Udang
|
Rajungan
|
Teripang
|
Cumi cumi
| |
1. Membalong
2. Tanjungpandan
3. Badau
4. Sijuk
5. Selat Nasik
|
5.857,36
6.947,19
7.297,60
3.440,70
12.097,62
|
0,95
5,69
5,47
6,80
5,41
|
834,48
40,75
26,66
448,37
-
|
1.770,92
19,52
132,01
833,57
-
|
-
-
-
1,92
177,12
|
314,20
71,48
1.115,88
255,65
144,10
|
Jumlah
|
35.640,47
|
24,32
|
1.350,26
|
2.756,02
|
179,04
|
1.901,31
|
2007
|
34.419,61
|
11,55
|
1.318,00
|
2.735,47
|
162,88
|
1.769,45
|
2006
|
33.351,61
|
6,31
|
1.270,50
|
2.664,47
|
163,68
|
1.861,21
|
2005
|
41.238,00
|
3,25
|
1.338,34
|
2.747,27
|
180,64
|
1.836,53
|
2004
|
34.479,47
|
3,00
|
1.331,23
|
2.740,30
|
180,64
|
1.669,57
|
Belitung Dalam Angka 2009
Produksi tersebut dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana perikanan serta menciptakan diversifikasi usaha perikanan para nelayan di Kabupaten Belitung (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah Nelayan di Kabupaten Belitung Tahun 2008
Kecamatan
|
Jumlah Nelayan per Kecamatan di Kabupaten Belitung Tahun 2008
|
6. Membalong
7. Tanjungpandan
8. Badau
9. Sijuk
10. Selat Nasik
|
2.340
1.450
2.545
690
2.340
|
Jumlah
|
9.365
|
2007
|
9.316
|
2006
|
9.276
|
2005
|
9.295
|
2004
|
9.239
|
2003
|
13.370
|
2002
|
16.222
|
Belitung Dalam Angka 2009
3.1.2 Perairan Payau
Dilihat dari data iklim dan topografi Kabupaten Belitung khususnya Pulau Belitung yang menghasilkan beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, yaitu: DAS Buding, Pala dan Kembiri, serta DAS Cerucuk yang membentuk daerah estuaria (payau). Dengan pola DAS yang hampir sama, kondisi perairan hulu dan hilir sungai-sungai di Kabupaten Belitung memiliki kondisi vegetasi dan karakteristik/kualitas air yang cenderung sama (Lampiran 4). Jika tidak ada pencemaran yang ditimbulkan dari eksploitasi lahan yang mempengaruhi kualitas air payau tersebut, sebagian besar perairan seperti ini sangat potensial untuk pengembangan lokasi pertambakan, diantaranya:
Gambar 10. Muara Sungai Kubu, Batu Itam
| |
Muara Sungai Kubu merupakan perairan payau yang memiliki kisaran pasang surut yang lebih besar, sehingga gerakan masa air laut melebihi gerakan air tawar. Pergerakan pasang surut seperti ini sering dimanfaatkan oleh para petani tambak untuk memasukan air laut ke wilayah tambak. Dengan arus air tawar yang cukup besar, perairan payau di lokasi ini berkadar garam 14 – 25 ppt. Vegetasi hutan bakau di muara sungai ini didominasi oleh spesies Avicennia sp.
| |
Muara Sungai Cerucuk
| |
Gambar 11. Muara Sungai Cerucuk, Juru Seberang
| |
Daerah hilir Sungai Cerucuk memiliki karakteristik yang relatif sama dengan muara sungai lainnya di Kabupaten Belitung. Vegetasi yang tumbuh di perairan ini didominasi oleh pohon api-api (Avicennia sp.). Perairan payau ini memiliki kisaran salinitas 3 – 16 ppt (mesohaline). Hal ini dimungkinkan volume air sungai yang cukup tinggi terutama terjadi pada musim penghujan.
Secara morfologis, perairan payau Sungai Cerucuk sangat memungkinkan menjadi nursery ground bagi kepiting bakau. Biota laut yang menyukai ekosistem perairan tanaman mangrove ini biasanya tumbuh dan melakukan pemijahan di lingkungan seperti ini. Hasil survey di lokasi tidak menemukan aktivitas nelayan yang melakukan penangkapan atau budidaya kepiting bakau. Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, kepiting bakau yang hidup di perairan ini masih berukuran kecil (benih).
| |
Muara Sungai Dudat
| |
Gambar 12. Muara Sungai Dudat, Desa Lasar Membalong
| |
Gambar diatas merupakan muara Sungai Dudat yang berjarak lebih kurang 800 meter dari pantai. Perairan ini merupakan zona mesohaline (3 - 16 ppt) yang cenderung berubah oligohaline (0,5 – 3 ppt) ketika musim penghujan. Vegetasi tanaman mangrove di perairan ini sangat variatif yang cenderung didominasi Rhizophora sp. ke arah hulu sungai dan avicennia marina ke arah pantai
|
3.1.3 Potensi Tanaman/Hutan Bakau
Perairan payau di Kabupaten Belitung memiliki vegetasi hutan bakau yang masih cukup bagus sehingga sangat potensial untuk pengembangan usaha budidaya kepiting bakau (Scylla sp.) baik dalam usaha budidaya pembesaran maupun budidaya kepiting asoka atau kepiting bakau cangkang lunak (soft shell crab).
| |
Gambar 13. Potensi hutan bakau di Kabupaten Belitung
|
Untuk saat ini, kepiting asoka atau sering disebut kepiting lemburi ini menjadi sektor usaha budidaya perikanan yang sangat prospektif untuk dikembangkan, khususnya di perairan payau yang memiliki tanaman bakau sebagai jaminan kelangsungan usaha budidaya dan menjaga kelestarian lingkungan perairan pantai.
Melihat kondisi perairan payau di Kabupaten Belitung yang cukup mendukung, budidaya kepiting asoka ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan baik scara tradisional maupun intensif.
3.2 KENDALA-KENDALA
3.2.1 Pembukan Areal dan Pembuatan Tambak
Tekstur tanah di Kabupaten Belitung pada umumnya didominasi oleh kwarsa dan pasir, batuan aluvial dan batuan granit yang bersifat forus (tidak dapat menyimpan air). Kondisi tanah seperti ini hampir sama dengan daerah pesisir selatan Pulau Jawa sehingga jika akan dijadikan areal tambak diperlukan metoda khusus dalam pembuatan konstruksi tambak yaitu aplikasi “BIOSEAL” (Bottom Isolation from Organic Substances to Eliminate Acid Layer).
Luasnya lahan hutan bakau sebagai daerah konservasi di Kabupaten Belitung akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan program pengembangan usaha tambak agar tidak merusak keharmonisan ekosistem perairan payau. Untuk itu, diperlukan pengkajian dan penerapan tata kelola lingkungan yang berbasis kepada pemanfaatan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan.
3.2.2 Pencemaran
Kabupaten Belitung merupakan salah satu produsen utama bahan galian tambang. Berbagai jenis bahan galian dan mineral yang ada antara lain: timah, pasir kwarsa, kaolin, granit, batu gunung, tanah liat dan biji besi. Pada tahun 2008, terjadi peningkatan produksi bahan galian golongan C di Kabupaten Belitung bila dibanding tahun 2007 untuk jenis bahan galian kaolin, tanah liat dan timah.
Gambar 14. Tambang pasir di Kabupaten Belitung
|
Meskipun untuk produksi pasir kuarsa, pasar bangunan, zikron dan hematitle menurun, namun pencemaran air tidak dapat dihentikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi beberapa muara sungai yang keruh dan berwarna coklat serta membahayakan organisma perairan.
3.2.3 Teknisi Ahli Budidaya Kepiting Asoka
Sumber daya manusia merupakan faktor penting yang harus dipenuhi dalam pengembangan program pembangunan. Ketersediaan tenaga ahli akan menjadi kunci keberhasilan dalam sebuah pengembangan usaha baik skala kecil maupun besar.
Di Kabupaten Belitung, perkembangan usaha kepiting asoka belum begitu populer sehingga tidak banyak orang yang mengenal, apalagi melakukan dan menekuni usaha ini. Jika pengembangan usaha budidaya di Kabupaten Belitung akan dilakukan dengan program pemerintah sebagai stimulan (pilot project); maka penyediaan tenaga ahli kepiting soka merupkan langkah yang harus diprioritaskan. Hal ini sangat menentukan bagi keberlanjutan program dan implementasi kegiatan usaha bagi masyarakat luas.
IV. PEMETAAN LOKASI TAMBAK KEPITING ASOKA
DI KABUPATEN BELITUNG
4.1 PEMETAAN LOKASI TAMBAK DEMPOND
Lokasi yang sangat mendukung untuk usaha budidaya kepiting soka adalah daerah dekat pantai dengan akses air asin dan tawar mudah untuk disediakan karena perairan dengan kadar 25 – 30 ppt merupakan habitat yang sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan kepiting asoka. Daya dukung lainnya adalah ketersediaan kawasan hutan bakau. Hal ini sangat memungkinkan untuk menjamin ketersediaan benih kepiting.
Dari hasil survey dan pengamatan di lapangan, di Kabupaten Belitung ada beberapa lokasi yang cukup mendukung untuk budidaya kepiting asoka. Kawasan tersebut merupakan daerah intertidal (tergenang saat air pasang) dan supratidal yang bertekstur tanah liat berpasir sehingga relatif lebih mudah untuk dijadikan tambak.
| |||
Gambar 15. Kawasan intertidal dan supratidal di Kabupaten Belitung
|
Sungai di wilayah ini cenderung memiliki kualitas air yang cukup baik. Kuantitas tanaman bakau yang masih lebat sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan kepiting bakau sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan tambak budidaya kepiting asoka. Di kawasan ini, tata letak tambak dapat dipetakan sesuai dengan kebutuhan hanya saja sistem penerapan tambak silvofishery lebih mungkin dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan hutan bakau.
Gambar 16. Tambak silvofishery
4.2 JUMLAH TAMBAK DAN Luas Lahan Budidaya
Seperti jenis usaha lainnya, luasan lahan budidaya kepiting asoka sangat tergantung kepada target produksi yang akan dihasilkan. Di Balai Pengembangan Budidaya Laut dan Payau (BPBLP) Kabupaten Karawang, untuk produksi kepiting asoka 3000 kg per siklus tanam dengan mengaplikasikan 3 (tiga) metoda budidaya, dibutuhkan lahan seluas 3000 sampai dengan 5.000 m2 dengan rincian fasilitas budidaya sebagai berikut:
Tiga unit tambak, masing-masing: lebar 20 m, panjang 40m dan kedalaman 1,5 m;
Rumah jaga dan ruangan penyimpanan pasca panen masing-masing 4 x 6 m2 dan 2 x 3 m2 atau disesuaikan dengan kebutuhan.
V. PILOT PROJECT BUDIDAYA KEPITING ASOKA
DI KABUPATEN BELITUNG
5.1 APLIKASI ANALISIS USAHA BUDDAYA KEPITING ASOKA HASIL KUNJUNGAN KE BPBLP kABUPATEN KARAWANG, JAWA BARAT
Analisis usaha budidaya kepiting asoka pada Lampiran 1 dan 2 (hasil studi banding ke BPBLP Kabupaten Karawang, Jawa Barat) dapat diterapkan sebagai Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan cara bekerja sama dengan pembudidaya ikan air payau yang memiliki tambak. Di Kabupaten Belitung, dempond (pilot project) budidaya ini dapat di laksanakan di daerah Desa Tanjung Rusa Kecamatan Membalong.
Gambar 17. Tambak di Tanjung Rusa, Membalong
|
Selain lebih efisien, dempond seperti ini akan lebih efektif dalam mensosialisasikan program pemerintah karena langsung melibatkan masyarakat pembudidaya sebagai praktisi dan pemerhati perkembangan hasil dari pilot project tersebut.
5.2 PEMBUATAN TAMBAK UNTUK DEMPOND BUDIDAYA KEPITING ASOKA
Proses budidaya kepiting asoka yang diawali dengan investasi pembuatan tambak sebagai sarana untuk budidaya akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar (Lampiran 5). Biaya investasi tersebut meliputi; (1) penyediaan lahan untuk lokasi budidaya, (2) land Clearing, (3) konstruksi tambak dan (4) konstruksi bangunan pendukung (rumah jaga dan gudang). Setelah lokasi yang cocok untuk budidaya didapatkan, proses pembuatan tambak secara berurutan dapat dilanjutkan dengan mengaplikasikan teknis pembuatan tambak yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Land clearing
|
Konstruksi
Tambak
| |
| ||
Gambar 18. Tahapan pembuatan tambak
|
VI. KESIMPULAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT
Dari hasil studi lapangan dan referensi kunjungan ke lokasi budidaya kepiting asoka di Jawa Barat, untuk pengembangan budidaya kepiting asoka di Kabupaten Belitung dapat direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemilihan lokasi budidaya harus tepat dan secara teknis operasional budidaya kepiting asoka dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan kepiting. Kualitas air untuk budidaya memenuhi kiteria optimal untuk kelangsungan hidup kepiting dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti pada Tabel 3:
Tabel 3. Parameter kualitas air untuk budidaya kepiting asoka
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Kadar
|
Keterangan
|
1.
|
Mutu air
Kecerahan
|
Kualitatif
cm
|
Baik
20 - 50
|
Tidak keruh dan berbau
Sechidisk
|
2.
|
Salinitas
|
ppt
|
15 - 30
| |
3.
|
pH
|
7,3 – 8,5
| ||
4.
|
Suhu
|
0C
|
25 - 30
| |
5.
|
DO
|
mg/l
|
> 3
| |
6.
|
Total fospor
|
mg/l
|
0,03 – 0,76
| |
7.
|
Densitas fitoplankton
|
Sel/cc
|
1.000 – 90.000
|
Selain parameter kualitas di atas, hal yang harus diperhatikan dalam budi-daya kepiting asoka adalah:
- Substrat dasar tambak adalah lumpur berpasir
- Substrat dasar tambak adalah lumpur berpasir
- Untuk sistem karamba harus terhindar dari pengaruh banjir dan mudah terjangkau oleh pasang surut
- Merupakan wilayah penangkapan kepiting untuk memudahkan men-dapatkan benih kepiting.
2. Dempond budidaya kepiting asoka dilakukan secara bertahap dan dalam skala usaha kecil atau menengah. Disamping untuk memanfatkan sarana dan prasarana yang tersedia, pada skala usaha seperti ini proses budidaya dapat diaplikasikan oleh para pembudidaya pemula. Untuk tahap ini, metoda budidaya yang cocok dan dapat diaplikasikan adalah ‘metoda gunting’ karena media kultur kepiting tidak memerlukan wadah tertutup seperti halnya penggunaan basket plastik pada metoda alami dan popeye. Prediksi biaya untuk pilot project budidaya kepiting asoka ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Prediksi biaya untuk pilot project budidaya kepiting asoka
No
|
Unsur Biaya
|
Satuan
|
Volume
|
Harga Satuan
(Rp)
|
Jumlah
(Rp)
|
Produksi 1.000 kg/siklus
| |||||
1
|
Jaring poliethylene
|
m
|
187,5
|
8.000
|
1.500.000
|
2
|
Bambu
|
batang
|
175
|
7.000
|
1.225.000
|
3
|
Kepiting
|
kg
|
1.000
|
20.000
|
20.000.000
|
4
|
Pakan Rucah
|
kg
|
100
|
4.000
|
400.000
|
5
|
Upah tenaga kerja
|
HOK
|
25
|
50.000
|
1.250.000
|
6
|
Alat-alat, pupuk dan obat
|
paket
|
0,05
|
25.783.000
|
1.289.150
|
Total Biaya
|
25.664.150
| ||||
Produksi 100 kg/siklus
| |||||
1
|
Jaring poliethylene
|
m
|
18
|
8.000
|
144.000
|
2
|
Bambu
|
batang
|
175
|
7.000
|
1.225.000
|
3
|
Kepiting
|
kg
|
100
|
20.000
|
2.000.000
|
4
|
Pakan Rucah
|
kg
|
10
|
4.000
|
40.000
|
5
|
Upah tenaga kerja
|
HOK
|
12
|
50.000
|
600.000
|
6
|
Alat-alat, pupuk dan obat
|
paket
|
0,05
|
5.417.000
|
270.850
|
Total Biaya
|
4.279.850
|
Lampiran 1. Biaya Budidaya Kepiting Soka (3.000 Kg secara alami)
Biaya Investasi
No
|
Jenis Investasi
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
|
umur
|
Penyusutan
| |
satuan (Rp)
|
investasi
|
ekonomis
| |||||
1
|
Lahan Sewa
|
1
|
Petak
|
2,000,000
|
2,000,000
|
1
|
200,000
|
2
|
Keranjang Basket
|
30,000
|
Unit
|
8,000
|
240,000,000
|
3
|
24,000,000
|
3
|
Bambu
|
1,700
|
Unit
|
7,000
|
11,900,000
|
1
|
1,190,000
|
4
|
PVC 1 1/2 inchi
|
1,045
|
Unit
|
20,000
|
20,900,000
|
2
|
2,090,000
|
5
|
Sambungan
|
1,668
|
25,000
|
41,700,000
|
4,170,000
| ||
Total
|
316,500,000
|
31,650,000
|
Biaya Variabel
No
|
Jenis Barang
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
| |
satuan (Rp)
|
(Rp)
| ||||
1
|
Kepiting
|
3,000
|
Kg
|
20,000
|
60,000,000
|
2
|
Pakan Rucah
|
2,700
|
Kg
|
2,000
|
5,400,000
|
Total
|
22,000
|
65,400,000
| |||
Upah Pekerja
| |||||
No
|
Jenis Kegiatan
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
| |
satuan (Rp)
|
(Rp)
| ||||
1
|
Pemelihara
|
6
|
OB
|
1,000,000
|
6,000,000
|
Total
|
1,000,000
|
6,000,000
|
Analisis Usaha
Biaya Tetap
| |||
1
|
Upah tenaga kerja
|
6,000,000
| |
2
|
Biaya penyusutan
|
31,650,000
| |
37,650,000
| |||
Biaya Total
| |||
1
|
Biaya tetap
|
37,650,000
| |
2
|
Biaya Variabel
|
65,400,000
| |
103,050,000
| |||
Penerimaan
| |||
1
|
Hasil Panen (Kg)
|
2,500
| |
2
|
Harga Jual (Rp/Kg)
|
50,000
| |
125,000,000
| |||
Keuntungan
| |||
1
|
Penerimaan
|
125,000,000
| |
2
|
Biaya Total
|
103,050,000
| |
21,950,000
| |||
B/C Ratio
| |||
1
|
Penerimaan
|
125,000,000
| |
2
|
Biaya Total
|
103,050,000
| |
1.2
| |||
Lampiran 2. Biaya Budidaya Kepiting Soka (3.000 Kg secara gunting)
Biaya Investasi
No
|
Jenis Investasi
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
|
umur
|
Penyusutan
| |
satuan (Rp)
|
investasi
|
ekonomis
| |||||
1
|
Lahan Sewa
|
1
|
Petak
|
2,000,000
|
2,000,000
|
1
|
200,000
|
2
|
Keramba bambu
|
500
|
Unit
|
50,000
|
25,000,000
|
3
|
2,500,000
|
Total
|
27,000,000
|
2,700,000
|
Biaya Variabel
No
|
Jenis Barang
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
| |
satuan (Rp)
|
(Rp)
| ||||
1
|
Kepiting
|
3,600
|
Kg
|
20,000
|
72,000,000
|
2
|
Pakan Rucah
|
2,160
|
Kg
|
2,000
|
4,320,000
|
Total
|
22,000
|
76,320,000
| |||
Upah Pekerja
| |||||
No
|
Jenis Kegiatan
|
Volume
|
Harga
|
Jumlah
| |
satuan (Rp)
|
(Rp)
| ||||
1
|
Pemelihara
|
6
|
OB
|
1,000,000
|
6,000,000
|
Total
|
1,000,000
|
6,000,000
|
Analisis Usaha
Biaya Tetap
| ||
1
|
Upah tenaga kerja
|
6,000,000
|
2
|
Biaya penyusutan
|
2,700,000
|
8,700,000
| ||
Biaya Total
| ||
1
|
Biaya tetap
|
8,700,000
|
2
|
Biaya Variabel
|
76,320,000
|
85,020,000
| ||
Penerimaan
| ||
1
|
Hasil Panen (Kg)
|
3,000
|
2
|
Harga Jual (Rp/Kg)
|
50,000
|
150,000,000
| ||
Keuntungan
| ||
1
|
Penerimaan
|
150,000,000
|
2
|
Biaya Total
|
85,020,000
|
64,980,000
| ||
B/C Ratio
| ||
1
|
Penerimaan
|
150,000,000
|
2
|
Biaya Total
|
85,020,000
|
1.8
|
Lampiran 3. Alat dan fasilitas budidaya kepiting asoka
| |||||||||
Keterangan:
(1) Jembatan anyaman bambu
(2) Keranjang anyaman bambu
(3) Tali tambang
(4) Basket plastik
|
Lampiran 4. Kualitas Air Muara Sungai Cerucuk
No
|
Parameter
|
Satuan
|
Hasil Analisis Laboratorium
| |
Hulu
|
Hilir
| |||
1.
|
pH
|
6,54
|
6,87
| |
2.
|
DHL
|
mg/l
|
456
|
267.000
|
3.
|
Turbidity
|
FTU
|
4
|
12
|
4.
|
Salinitas
|
%0
|
0
|
14,2
|
5.
|
Kesadahan
|
mg/l
|
4
|
25
|
6.
|
COD
|
mg/lO2
|
1,2
|
4,8
|
7.
|
DO
|
mg/lO2
|
5,55
|
4,78
|
8.
|
BOD
|
mg/lO2
|
0,2
|
0,56
|
9.
|
Clorida
|
mg/l
|
5,5
|
1.600
|
10.
|
Residu Total (TS)
|
mg/l
|
202
|
370
|
11.
|
TSS
|
mg/l
|
2
|
14
|
12.
|
TDS
|
mg/l
|
200
|
356
|
13.
|
SiO4
|
mg/l
|
0,5
|
14,3
|
14.
|
NO3
|
mg/l
|
0,1
|
0,72
|
15.
|
NO2
|
mg/l
|
0,1
|
0,45
|
16.
|
NH3
|
mg/l
|
0,05
|
0,07
|
17.
|
Fe
|
mg/l
|
0,09
|
0,14
|
18.
|
Mn
|
mg/l
|
0,03
|
0,05
|
19.
|
Cu
|
mg/l
|
0,00
|
0,00
|
20.
|
Zn
|
mg/l
|
0,05
|
0,12
|
21.
|
Pb
|
mg/l
|
0,00
|
0,00
|
22.
|
Hg
|
mg/l
|
0,00
|
0,00
|
23.
|
Cd
|
mg/l
|
0,00
|
0,00
|
24
|
Cr
|
mg/l
|
0,00
|
0,00
|
Lampiran 5. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembuatan Tambak dengan Luas
Lahan 5000 m2
NO
|
NAMA JENIS SARANA DAN PRASARANA TAMBAK KEPITING ASOKA
|
LUAS LAHAN
|
LUAS BANGUNAN
|
HARGA LAHAN DAN BANGUNAN
|
PERKIRAAN PEMBEBASAN LAHAN
(Rp)
|
PERKIRAAN BIAYA
(Rp)
|
TOTAL BIAYA
(Rp)
| ||
1
|
Pembebasan Lahan/land clearing
|
5.000,00
|
m2
|
m2
|
-
|
-
|
-
|
-
| |
2
|
Kantor Pengelola/Jaga
|
m2
|
24,00
|
m2
|
2.250.000,0
|
54.000.000,00
|
54.000.000,00
| ||
3
|
Gudang pasca panen
|
m2
|
6,00
|
m2
|
2.250.000,0
|
13.500.000,00
|
13.500.000,00
| ||
4
|
Gudang
|
m2
|
21,00
|
m2
|
2.650.000,0
|
55.650.000,00
|
55.650.000,00
| ||
5
|
Areal parkir
|
m2
|
373,00
|
m2
|
165.000,0
|
61.545.000,00
|
61.545.000,00
| ||
6
|
Prasarana jalan dan drainase
|
-
|
m2
|
500,00
|
m2
|
175.000,0
|
87.500.000,00
|
87.500.000,00
| |
7
|
Utilitas Jaringan Listrik / pipa air
|
-
|
1,00
|
5.000.000,0
|
5.000.000,00
|
5.000.000,00
| |||
8
|
Prasarana air bersih
|
-
|
10,00
|
650.000,0
|
-
|
6.500.000,00
|
6.500.000,00
| ||
9
|
Saluran Irigasi
|
-
|
315,00
|
m2
|
65.000,0
|
-
|
20.475.000,00
|
20.475.000,00
| |
10
|
Pompanisasi / Genset
|
-
|
-
|
LS
|
125.000.000,0
|
125.000.000,00
|
125.000.000,00
| ||
11
|
Kolam Tambak
|
-
|
3.750,00
|
m2
|
65.000,0
|
243.750.000,00
|
243.750.000,00
| ||
Jumlah
|
5.000,0
|
m2
|
5.000,00
|
m2
|
-
|
672.920.000,00
|
672.920.000,00
| ||
TOTAL BIAYA
|
672.920.000,00
|